Senin, 22 Agustus 2011
Narasi Seni Rupaku: “ORANG-ORANG NEO PRIMITIF”
Kulihat orang-orang di lingkungan sosialku kian mentranformasi pola hidup keterikatan, prakmatis, hedonis, materialis, efektif, efisien, terukur, kaku dan terasing dalam hegemoni kebudayaan trans modern global. “Aduh Cilaka!” betapa masyarakat sosialku sedang dirasuki oleh sistem modern-kapitalis, di mana karakter manusia-manusia tidak lagi peka pada kemanusiaanya. Kesadaran budaya dan kepekaan manusia digantikan oleh sistem mekanistik, cilakannya orang-orang tak tahu sedang dibawa ke mana! Melalui ekspresi seni rupa aku meriset persoalan imaji orang-orang di lingkunganku secara antropologis, sosiologis, politis, ideologis, serta estetis. Orang-orang di lingkunganku terancam gagal menegakkan kepribadiannya ketika enggan membuka kesadaranya pada realitas konstruksi budaya. Maka terjadilah suatu pemisahan-pemisahan sosial di masyarakat kontemporer. Terjadi suatu pengelompokkan orang-orang yang makin primordial pada keyakinan tradisinya. Pada suatu kelompok besar, kulihat kepribadian orang-orang dilenyapkan oleh hegemonisasi perdaban maju ini. Namun aku menemukan sisi-sisi ambigu di balik gejala sofistikasi perdaban maju, betapa orang-orang ini masih mendasari keyakinannya pada daya primitif. Kurasa aku ingin mengamati serta menikmati dari sudut studioku, suatu negosiasi budaya dalam ragam manifestasinya. Dan dari sanalah, aku ingin selalu kembali pada kodrat kemanusiaanku.
Seni rupaku mengimajinasikan peristiwa “kesederhanaan”, jenis-jenis konsolidasi diri dalam sosialitas orang-orang di lingkunganku. Kesenianku mengungkapkan bahasa katarsis kemanusiaanku serta sosialitasku, menyikapi sistem represif kapitalistik dan hegemoni modernitas yang melindas kesadaran serta kemanusiaan. Estetika kesenianku mengalir dari pengalaman empirisku, mencari jalan katarsis, olah kritisi serta olah spiritualitas. Aku boleh memandang “peristiwa kesederhanaan” dalam mendirikan suatu kepribadian, yakni orang-orang yang tak mau menukar kemanusiaannya! “Kesederhanaan” bagiku merupakan spiritualitas penerimaan diri dalam mengelola alam budaya. Aku tidak menolak pengaruh modernitas serta globalitas dalam transformasi kebudayaan kontemporer. Sebaliknya aku menikmanti dan mengolah aspek-aspek modernitas serta mengkritisi suatu perubahan nilai dalam gejala-gejala distorsi, repetisi, kesamaan, anomali, kontras.
Peristiwa “kesederhanaan” orang-orang di lingkungan sosialku sesungguhnya sedang menandai suatu keterbukaan atau kesadaran budaya. Aku mengeksposisi aspek-aspek kesederhanaan orang-orang di lingkunganku sebagai peristiwa mental-ideologis. Perwujudan kesederhanaan meliputi aspek-aspek artifisial, karakter etik-normatif keseharian orang-orang, peristiwa sosialitas, kegiatan religi. Kesenianku menjadi ekspresi untuk menertawakan diri sendiri, melakukan oto kritik, ungkapan katarsis, ambigu serta menegakkan keyakinanku atas realitas masyarakat pluralis. Aku percaya dan menikmati keindahan alam, sebagaimana eloknya ungkapan seni katarsis yang merefleksikan roh kesadaran budaya.
Seni rupaku adalah ekspresi katarsis dan spontan dengan memakai pendekatan imajinatif-impresif untuk mengelaborasi ragam tematik. Sumber-sumber pengalaman empiris kuolah dalam peristiwa mental, agar jangan aku terasing dari kesenianku! Karakter aspek-aspek seni rupaku mewujudkan komposisi irasionalitas, impresif, non proporsional, non plastis, neo primitif serta dekoratif. Transformasi estetika seni rupaku melakukan penyederhanaan karakter subject matter dengan menderivasi aspek-aspek kenaifan artistik dan seni rupa primitif-ornamentik. Aku mau bersyukur, masih bisa bermain-main dengan bahasa rupaku di tengah kelaziman jaman ini! Sekian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar